Women's Pride

"Mut, maaf ya tadi aku pegang tangan kamu. Aku tadi spontan, gak sempet mikir. Kamu kan pake jilbab, harusnya aku gak boleh pegang tangan kamu. Jangan marah ya."

SMS yang saya baca beberapa malam yang lalu itu cukup membuat saya merenung beberapa saat. Di saat beberapa hari ini, isu-isu pelecehan wanita dan semacamnya sedang marak dibicarakan di berbagai media massa, saya melihat bahwa selama ini ada satu faktor yang sering tidak diperhatikan. Berbagai kabar dan investigasi yang diekspos biasanya menitikberatkan untuk menyalahkan kaum lelaki atas segala tabiat dan tingkah lakunya. Namun demikian, menurut saya, terjadinya tindakan-tindakan semacam itu juga tak lepas dari campur tangan wanita yang bersangkutan.

Seorang perempuan, sebenarnya bisa mengusahakan berbagai cara agar tidak dijadikan objek kekerasan maupun pelecehan oleh kaum laki-laki. Bahkan, sebenarnya, hanya dengan menunjukkan ketidaknyamanan melalui bahasa tubuh atau pandangan mata, seorang perempuan sudah bisa menghilangkan atau setidaknya mengurangi niat buruk dari orang lain terhadap dirinya. Namun tak jarang, seorang perempuan justru berbuat, berlaku, beraksi, dan bertindak tanpa berpikir panjang yang akhirnya justru akan merugikan dirinya sendiri. Misalnya dari cara berpakaiannya, gaya bicaranya, cara berdandannya, dan sebagainya. Dan, percaya atau tidak, bagaimanapun, seorang lelaki pasti akan lebih menghargai perempuan yang bisa menjaga kehormatannya.


Saat membaca SMS tersebut, saya sebenarnya sudah tidak mempermasalahkan apa yang dia lakukan sebelumnya, karena saya tahu bahwa dalam pikirannya saat itu tidak sedang terbesit suatu maksud yang buruk. Namun demikian, saya cukup heran atas kata-kata itu, sebab selama dalam pengamatan saya, dia bukanlah orang yang peduli terhadap hal-hal semacam itu, selain karena faktor budaya juga faktor kebiasaan. Mungkin karena pandangan mata saya yang seketika menjadi tajam saat itu atau karena bahasa tubuh yang berubah menjadi begitu defensif, ia jadi merenunginya, hingga memutuskan untuk mengirim SMS itu kepada saya.

Untuk kasus-kasus semacam itu, saya sendiri, karena merasa memiliki dasar pengetahuan moral dan hati nurani yang diasah sejak kecil, hampir selalu bisa bertindak sesuai dengan apa yang harus saya lakukan. Sejak kecil, keluarga saya memang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan akhlak untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan. Dan, saya pun tak terlalu heran saat beberapa hari setelah acara gathering untuk prodi saya, seorang teman saya (laki-laki) bertanya,

"Mut, km inget pas IT gathering kemairn?"

"Inget, kenapa?"

"Inget pas lagi sesi permainan?"

"Ya ingetlah, kenapa?"

"Kok kamu biarin adek kelas pegang tangan kamu sih"

"oh itu.."

"iya, aku liat kemaren.."

"iya, situasinya kemarin memang mengharuskan kami melakukan itu, lagian dari 10 anak d kelompokQ, ceweknya cm aq sm Mbak Mei."

Hal-hal semacam itu hanyalah sebuah contoh kecil yang nyata. Tapi memang begitulah adanya. Saat diri kita bisa menjaga kehormatannya sendiri, orang lainpun akan turut menjaganya bersama kita.

A Tough Generation

Tadi pagi, saya bersama teman-teman dari kelompok mentoring mengunjungi salah satu sekolah dasar di belakang kampus kami, Universitas Ma Chung. Sejak sabtu yang lalu, kami mengadakan beberapa kegiatan di sini sebagai bentuk pengabdian masyarakat, sekaligus tugas dari mata kuliah CBDC (Character Building Development Center) IV, yakni Relasi Manusia dengan Dunia. Beberapa hal yang akan kami lakukan di sana antara lain, melakukan penghijauan, membuat sistem informasi akademik, mengadakan penyuluhan tentang pembuangan sampah, serta melakukan pengadaan tempat sampah di SD tersebut.

Karena Sabtu yang lalu saya berhalangan hadir, alhasil Sabtu kemarin adalah hari pertama saya mengunjungi sekolah tersebut. Saat menginjakkan kaki di sana, saya merasakan sebuah ironi yang mendalam. Gedung sekolah yang berada di balik gedung universitas yang megah itu berada dalam kondisi yang penuh kesederhanaan. Sebuah ironi yang membuat saya merenung beberapa saat. Saya bahkan tak pernah menyadari sebelumnya bahwa di balik keindahan arsitektur gedung Bakti Persada, terdapat sebuah gedung tua dimana terdapat sejuta harapan dari puluhan anak-anak itu.

Saat memasuki pagar sekolah, kami disambut dengan tawa riang dari bibir-bibir mungil yang menyejukkan hati. Saat kutatap binar mata-mata itu, kulihat ada sejuta harapan di sana. Harapan yang akan menghantarkan mereka meraih cita-citanya.

Tangan-tangan mungil yang dengan cekatan mendampingi kami bekerja bersama membuatku menyadari bahwa mereka akan menjadi sosok-sosok tangguh yang dinanti oleh dunia. Di sisi lain, sebenarnya aku menyadari bahwa seharusnya aku bersyukur bahwa di usia yang sama dengan mereka, aku mendapat berbagai kemudahan untuk mengoptimalkan potensi diriku.

Seketika, ingatanku melayang ke masa-masa kecilku,

Saat aku berada dalam usia yang sama dengan mereka, aku bersekolah sebuah SD swasta di Jakarta. Kebanyakan teman-temanku adalah anak-anak dari golongan berada. Kebanyakan dari mereka pulang pergi dengan mobil mewah beserta supirnya, dengan bekal makanan bergizi yang menyehatkan, dan fasilitas sekolah yang sangat memadai, semua itu seharusnya membuat kami malu jika kami masih memiliki alasan untuk bermalas-malasan. Meskipun keluargaku saat itu tidak berada dalam kondisi yang penuh kemewahan, tapi aku bersyukur karena aku diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan dasar yang memadai, dengan teman-teman yang membuatku terpacu untuk belajar, serta fasilitas sekolah yang sangat mencukupi.

Namun demikian, saat melihat anak-anak itu, aku semakin menyadari bahwa kondisi materi bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi semangat belajar seseorang. Di saat 10 tahun yang lalu aku dan teman-teman sibuk bertukar cheat game komputer, ternyata saat ini adik-adik itu masih harus mengantri di hadapan sebuah komputer bersama teman-teman sekelasnya, hanya untuk mencoba program paint. Di saat adik sepupuku yang berusia tiga tahun sudah bisa bermain solitaire di kamarnya, anak-anak itu masih harus mengantri untuk mempraktikkan cara menggunakan mouse. Di saat SD dulu aku dan teman-teman saling bertukar gambar melalui email, anak-anak itu bahkan saat ini masih belum pernah mendapat kesempatan untuk sekedar menggunakan internet.

Namun demikian, selama aku memperhatikannya, aku merasa bahwa mereka akan menjadi generasi yang lebih tangguh dibandingkan aku dan teman-temanku. (Mungkin ada sebagian yang menilai bahwa ekspektasi saya terlihat berlebihan, namun jika teman-teman melihat langsung kondisi yang sebenarnya, saya yakin anda akan memiliki pemikiran yang tidak jauh berbeda dengan saya). Saat dulu aku dan teman-temanku memilih bersembunyi saat diadakan kerja bakti di sekolahku, mereka justru dengan semangat membantu kami bekerja bersama. Saat dulu aku dan teman-teman memasang wajah cemberut jika mobil antar jemput kami datang terlambat beberapa menit, mereka malah harus berjalan kaki untuk berangkat dan pulang sekolah setiap hari. Saat dulu aku dan teman-teman sibuk memainkan tamagotchi kami masing-masing, mereka bisa tertawa lepas hanya dengan bermain lempar tangkap penghapus papan tulis. Mereka menikmati kehidupannya. Mereka memiliki cara tersendiri untuk meraih kebahagiaannya. Di pundak mereka terdapat sejuta pengharapan dari orangtuanya. Di senyum mereka ada semangat hidup yang tak pernah pudar. Di mata mereka terdapat secercah sinar yang menerangi bumi dan seisinya. Di hati mereka ada impian yang akan membuat mereka mampu menaklukkan dunia.

[A young, great, tough generation]


Aku memang belum bisa memberi sesuatu yang nyata pada mereka, yang bisa kuberikan hanyalah harapan, motivasi, dan keyakinan bahwa mereka adalah generasi yang dinanti oleh dunia. Jangan pernah berhenti berjuang, adik-adikku. Kami yakin, kalian semua akan dapat meraih apa yang kalian impikan. Tak ada yang tak mungkin, selama kita mau belajar, bekerja keras, dan berdoa. Percayalah, suatu hari nanti, dunia 'kan tersenyum bangga melihatmu, adik-adikku. Tetap semangat!!

Change!!

(Saturday, April 18th)

Minggu ini, sesuatu yang besar telah terjadi. Sesuatu yang membuat saya merasa begitu lega dan bersyukur. Minggu ini saya melakukan sebuah paradigm shift yang memiliki pengaruh relatif besar, tidak hanya bagi diri saya tapi juga bagi orang-orang di sekeliling saya. Saya memang belum banyak menceritakan perubahan paradigma besar yang baru saja saya pilih ini, tapi saya yakin saat saya menceritakannya, ada banyak pihak yang turut tersenyum dan bernafas lega bersama saya.

Dan mengenai paridgm shift apa yang telah terjadi, lebih baik Anda mendengarnya langsung dari saya.

Mungkin karena perubahan keputusan dan sudut pandang itu pula, minggu ini saya seolah mendapat semangat baru yang mengiringi setiap detik yang saya lalui. Minggu kuis besar yang biasanya terasa berat dan penuh tekanan, menjadi terasa lebih cerah dan menyenangkan. Kalaupun kuis besar Orkom saya kali ini hancur berantakan, hal itu disebabkan oleh suatu alasan yang memang memberatkan, yang terjadi sebelum adanya paradigm shift ini. Tetapi saya yakin setelah paradigma baru ini saya ambil, segalanya akan berjalan lebih baik.


Pengaruh positif dari paradigm shift ini dapat dibuktikan bahkan sejak sehari setelah hal itu terjadi. Misalnya, saya menjadi dapat menanggapi sesuatu secara lebih positif, saya menjadi lebih peka terhadap sesuatu yang tidak biasanya saya perhatikan, saya jadi mendapat kesempatan lebih banyak untuk mendapat ilmu dari beberapa orang hebat, bahkan dalam hal akademis, ada beberapa kemajuan yang begitu terasa. Contohnya, teori-teori yang dijelaskan selama perkuliahan jadi dapat saya cerna lebih cepat, bahkan saya berhasil mengerjakan modul praktikum jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Dan yang paling terasa adalah saat mendekati akhir pekan kemarin, saya dapat menangkap stimulan yang membuat saya berhasil mendapatkan suatu ide yang dahsyat, yang bahkan hanya dengan mengingatnya saja dapat membuat saya tersenyum beberapa saat.

Teman-temanku, sebenarnya dalam posting kali ini saya ingin menunjukkan bahwa akan timbul suatu efek yang besar di saat kita mau mengubah paradigma kita ke arah yang lebih positif. Perubahan tersebut tidaklah harus dilakukan serentak dan drastis, bahkan perubahan kecilpun akan dapat memberikan efek yang besar.
Remember, a small ripple can gain momentum and build a current that is insurmountable, right?

Ya, itulah kehidupan. Terkadang juga kita harus melepaskan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Bahkan tak jarang, kita harus mundur selangkah demi mendapatkan ruang yang memungkinkan kita untuk maju beberapa langkah ke depan. Dan, keputusan untuk berubah ada di dalam diri masing-masing dari kita. Saya jadi ingat sebuah penggalan doa seorang hamba, yang pernah dismapaikan oleh Bapak Song Surya Sampurna di Universitas Ma Chung beberpa waktu yang lalu, yang kurang lebih berbunyi,

"God grant me the Serenity to accept the things I cannot change
courage to change the things I can and wisdom to know the difference"

God will show you the path. Just do your best and God will do the rest. No one is in charge of your happiness except you, Guys. So, don't be afraid to change!!

Updated (April 21st, 10 am) : Wahhhh, efek paradigm shiftQ makin terasa. Aku baru saja menghabiskan waktu 2 jam lebih, berbagi cerita bersama seorang "beliau" yang dahsyat, empat mata. OtakQ mulai memancarkan gelombang high beta. Smangatt!!! ^^/

Happy Birthday!!

7 April 2009

[Today's my moonlight birthday. If I were beside him, I'd like to give him a sacredly warm smile to brighten his upcoming 21st year of his life]


Sending a greeting on your birthday
For an extra special day,
And wishes for the year ahead
That brings much happiness on your way

Each day your smile reminds me
That I really want to say
I’m very glad I know you

Happy birthday, My moonlight!
A sea around my heart
Part shelter, part enduring word
Part mirror of my art

You are the calm that drains my rage
Bliss upon my shores
Immensity immutable
Rush that life restores

To you I wish to be a welcome
Harbor for your ocean
Destiny and origin
Aim of your affection
Yearning of your motion.


There are things I'd like to say on your special day:
"I am forever thankful God sent you my way"