Paradigm Shift

(Tulisan ini saya buat di sela-sela kesuntukan saya menyelesaikan artikel tentang game congklak saya)

Entah sudah berapa lama saya mengerjakan artikel tentang permainan congklak,,kira2 sudah sejak sekitar 4 minggu yang lalu saya mulai mengerjakannya. Tapi karena satu dan lain hal, saya belum bisa menyelesaikannya sehingga layak untuk saya berikan ke dosen saya. Kali ini saya benar-benar menyadari,,ternyata saat melakukan programming,,ditinggal beberapa minggu saja akibatnya bisa fatal. Bahkan jika saya sempat berhenti beberapa hari, saya harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengingat source code yang sudah saya rancang, terutama untuk source code yang tidak terdokumentasi dengan baik. Ini salah satu akibat dari paradigma saya bahwa dokumentasi saat membuat program bukanlah sesuatu yang penting. Maaf, Pak Dosen.... lain kali akan saya dokumentasikan dengan baik.

Bicara tentang paradigma, saya baru saja berbagi cerita dengan seseorang tentang hal ini. Beliau mengatakan bahwa paradigma adalah salah satu hal paling mendasar yang mempengaruhi cara kita menjalani hidup. Well, aku setuju dengan pendapat beliau. Bahkan John C. Maxwell dalam 101 Relationship pernah mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak bisa mencapai target yang diinginkan karena ia tidak percaya pada dirinya sendiri. Beberapa orang memang seringkali merasa kesulitan untuk bisa percaya terhadap diri mereka, dan sering juga terjadi fakta bahwa seseorang tidak mempunyai seorangpun yang yakin pada mereka. Meski kelihatannya sepele, hal ini sangat berpengaruh besar terhadap paradigma hidup seseorang. Tapi hal ini tidak akan terjadi pada siapapun yang membaca artikel ini. Mengapa? karena anda tak mungkin berpikir bahwa anda tidak mempunyai seorangpun yang yakin pada diri anda. Bagaimana bisa? tentu, karena paling tidak, orang pertama yang begitu yakin terhadap anda adalah saya. Mari kita membuka mata, mengepakkan sayap, dan terbang tinggi bersama elang-elang itu. Kita bukanlah seekor itik yang hanya bisa melihat elang-elang itu dari kejauhan, melainkan kita adalah salah satu dari rombongan elang-elang itu.

Saya punya contoh nyata tentang besarnya pengaruh paradigma dalam kehidupan. Kemarin, pada saat saya, Intan, dan salah satu dosen kami yang berasal dari India sedang berjalan-jalan di antara kerumunan orang-orang di Pasar Burung Kota Malang, dosen saya (Mr. Singh) sempat berkomentar :

"If I can, I want to open all cage that keep those birds inside. I'm sure that they will be very happy to fly high,, not to be kept in those cage"

trus aku bilang,

"Then they will fly away of course...maybe next time U have to come at night, then try to set them free, Sir..hehehe..."

Trus waktu aku cerita ttg komentar beliau tersebut ke Intan, rupanya ada seorang penjual yang mendengar, trus nyeletuk,
"Masio pintune dibuka gak miber kok, Mbak, soale wes biasa dikandangi" (artinya, walaupun pintu (kandang)-nya dibuka, dia gak bakal terbang kok Mbak, soalnya udah bisa di dalem kandang.)

Awalnya aku ga begitu mikir tentang apa yang penjual bilang tadi, tapi setelah beberapa saat, aku baru sadar sesuatu yang berkaitan dengan paradigma. Jadi burung-burung itu tadi gak langsung terbang walopun sangkarnya udah dibuka gara-gara paradigma yang selama ini tertanam dalam pikirannya.

Saat aku, aku langsung wondering, "Ooh..even the bird has its own paradigm??". Mungkin dia berpikir,

"Ah aku gak bakalan nyoba-nyoba terbang lagi. Udah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun aku nyoba terbang di sini tapi gak berhasil. Percuma ah, malah bikin capek aja".

Then, guess what,,,
pada saat pintu sangkar dibuka, dia masih tetap dalam paradigma yang dia punya yaitu "Aku gak bakal bisa terbang keluar sana, biar gimana juga, kalo aku masih di dalem kandang ini, aku gak bisa terbang keluar".


Contoh lainnya, dulu pada saat aku masih SD, ayahku pernah menyampaikan cerita yang, believe it or not, masih aku ingat sampai sekarang. Ceritanya mengenai ikan di dalam akuarium. Jadi suatu hari, ada sebuah akuarium yang berisi seekor ikan. Oleh pemiliknya, akuarium ini disekat menjadi dua bagian dengan menggunakan kaca transparan. Dengan demikian, ikan tersebut hanya menempati salah satu sisi akuarium, sedangkan sisi lainnya kosong, hanya berisi air. Beberapa bulan kemudian, sang pemilik melepaskan kaca yang digunakan sebagai sekat akuarium tersebut. Dan, tahukah anda apa yang terjadi? ikan tersebut tetap berenang hanya di setengah bagian akuarium. Ia sama sekali tidak berusaha berenang menuju ke sisi yang sebelumnya terhalang oleh sekat pembatas. Padahal sebenarnya, ia bisa berenang dengan lebih leluasa jika menggunakan seluruh bagian akuarium tersebut. Sebenarnya ia bisa meraih jauh lebih banyak apabila ia mau mengubah paradigmanya sedikit saja. Ia terhalang oleh paradigmanya sendiri yang mengatakan bahwa ia tak akan bisa mencapai sisi kolam tersebut karena pasti akan terhalang kaca.

Dari beberapa fakta dan contoh di atas, kita dapat melihat secara nyata bahwa paradigma memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan kita. Seandainya kita mau berusaha mengubah paradigma yang membatasi pikiran-pikiran dan proses aktualisasi diri kita, bisa dipastikan, proses pencapaian target dan prestasi kita dapat berjalan lebih maksimal. Meskipun ada banyak faktor lain yang tidak boleh dilupakan, tapi tidak ada salahnya kita bangun paradigma yang lebih baik dan lebih positif untuk kita tanamkan dalam pikiran kita. Paradigma besar yang akan mengiringi setiap langkah dalam kehidupan kita.

Tetap Berjuang!! =DD

Semoga Tuhan mengiringi setiap langkah kita. Amin.

Great Words from A Great Person

It has been a long time since I write the last posting for this shelter. Salah satunya juga karena, saya sedang berusaha untuk menulis posting-posting yang sekiranya bisa memberi manfaat lebih nyata bagi para pembaca, baik berupa tambahan pengetahuan, motivasi, inspirasi, dan sebagainya. And, the situation got out of hand...I hope you understand

Di saat-sat tertentu, saat semangat saya sedang berada dalam kondisi yang cukup di bawah normal, saya selalu berusaha melakukan berbagai macam cara untuk membuat semangat saya kembali sepenuhnya. Cara yang saya lakukan biasanya adalah dengan berbagi cerita bersama orang-orang terdekat, membaca kisah-kisah motavational, mengingat berbagai hal yang sekiranya bisa menambah semangat, melihat hal-hal inspiratif, dan sejenisnya.


Beberapa waktu yang lalu, saat saya sedang begitu lelah karena beberapa hal, saya membaca sebuah email dari ibu rektor saya, Ibu Leenawaty Limantara, M.Sc, Ph.D (a.k.a Bu Shinta). rektor Universitas Ma Chung. Sebuah email yang berhasil membangkitkan semangat kami kembali. Kami? Ya, karena tidak hanya saya, tapi juga teman-teman saya. Beberapa kutipan dari kata-kata dalam email tersebut hingga saat ini masih seringkali menghiasi SMS-SMS diantara teman-teman saya, sebagai suatu bentuk semangat yang selalu ada dalam diri kami. Menurut saya, isi dari email yang beliau kirimkan pada para mahasiswa/i-nya tercinta tsb, memang sungguh mencerminkan kualitas diri beliau, begitu luar biasa. Mungkin seandainya beliau memberikannya melalui pidato langsung, Balai Pertiwi akan bergoncang disebabkan oleh standing ovation yang kami lakukan. Karena pengaruh yang diberikan oleh renungan tersebut tergolong cukup besar, maka saya ingin anda juga membacanya di sini.

Berikut isi email yang beliau kirimkan :

Dear all,

Saya kirimkan bacaan untuk 5 menit perenungan. Secara khusus untuk mahasiswa/i.

Shinta

Isi Attachment:

Arti Pendidikan vs Pelatihan

“Semester genap tahun ajaran 2008-2009 sudah kita mulai, tepatnya sejak 16 Februari 2009, jam 06.30 pagi. Perubahan jam kuliah, mau tidak mau memaksa kita menggeser waktu tidur kita dan menyesuaikan diri terhadap jadual yang baru. Demikianlah hidup, terus menerus beradaptasi, menyesuaikan diri, melatih diri kita sedemikian rupa untuk terus berkembang, menjadi insan kamil, insan Indonesia yang seutuhnya.

Pendapat masyarakat dunia terhadap kita cukup memprihatinkan: “Bangsa Indonesia dan khususnya sumber daya manusia (SDM)-nya dikenal sebagai SDM yang loyo, instan, asal-asalan, tidak berprinsip, kurang pengetahuan, dll, sehingga di level pejabat sampai TKI di luar negri pun, reputasinya tergolong tidak dapat diunggulkan”. Pendapat tsb mungkin terlalu bombastis, sarkastis, dan pesimis. Tapi sebagai insan akademik, yang tengah mengenyam pendidikan tinggi, generasi masa depan bangsa, apa tanggapan kita terhadap pendapat tersebut?

“Itukan urusan pemerintah!; buat apa begitu banyak aturan? Makin banyak aturan, makin banyak pelanggaran; apa perduli saya, organisasi/institusi/pemerintah ini menyebalkan, ini SMA atau PT....... “ dan masih banyak lagi komentar-komentar yang sering kita lontarkan sebagai bentuk protes, yang terkadang hanyalah luapan emosi semata, tetapi jika dibaca ulang, seringkali menunjukkan secara jelas IDENTITAS KARAKTER SESEORANG. Tanggapan kita terhadap masalah yang kita hadapi, mencerminkan kualitas diri kita.

Jaman telah berubah, apa yang dituntut dunia kerja jaman sekarang tidaklah sama dengan apa yang diminta 10-20 tahun yang lalu. Dunia kerja, dunia terpanjang dalam hidup kita, mencari orang-orang yang berkarakter. Kebutuhan di level interview, sampai keluhan-keluhan di forum-forum pencari tenaga kerja dan HRD/HCD suatu perusahaan, bergelut terhadap kurangnya sosok-sosok pribadi berkarakter, yang peka terhadap diri sendiri, peka terhadap sesama, mempunyai kemampuan “problem solver”, sosok “risk taker”, orang-orang yang bisa menjadi “team player”, mampu memimpin, memiliki loyalitas, berintegritas, terpercaya ...... Semuanya mencari sosok pemimpin berkarakter unggul.
Lantas, dimana orang-orang tersebut? Faktanya adalah..... jumlah mereka tidak lebih dari 5% anggota masyarakat dunia! Terlalu sedikit orang-orang yang menempuh jalan yang penuh disiplin, melatih diri mereka untuk bertumbuh menjadi pemimpin yang berkarakter unggul. Kebanyakan kita memilih jalan yang mudah, instan, asal bisa hidup, bergantung pada orang lain, berorientasi pada “HOW TO GET dan bukan HOW TO CONTRIBUTE”.

Universitas adalah lembaga pendidikan tinggi yang juga bertanggungjawab untuk membentuk pemimpin-pemimpin unggul masa depan! Tanggungjawab yang tidak mudah. Sebenarnya, sangatlah mudah bagi sebuah Universitas untuk menyenangkan mahasiswanya, melengkapi semua kebutuhan fasilitas, mengikuti apa yang menjadi kesenangan mahasiswa/inya, mengurangi aturan, tidak memberikan teguran, semata-mata memberikan ilmu, selebihnya diurus mahasiswa yang bersangkutan. Tetapi, fakta juga menunjukkan bahwa begitu banyak Universitas melakukan hal tsb, meluluskan mahasiswanya, tanpa tahu seperti apa susah payah mereka berkompetisi di dunia kerja nantinya. Menjadikan insan-insan Indonesia yang loyo, tidak berkarakter, terlindas persaingan jaman!

Benarkah pendidikan itu seperti itu pemaknaannya. Dengan mengetik “pendidikan” di google ataupun searching engine lainnya, kita menemukan makna pendidikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat”. Arah pendidikan adalah pembiasaan diri, yang dijalankan terus menerus, melalui berbagai upaya, teguran, arahan, diskusi, dialog, pembelajaran di kelas, dll, untuk membawa kita kepada karakter-karakter unggul dan juga keterampilan keilmuan tertentu (yang terakhir ini cuma “bagian” dari keseluruhan tujuan pendidikan). Berbeda maknanya dengan pelatihan, dimana “ada proses melatih, kegiatan atau pekerjaan untuk mengembangkan keterampilan tertentu”. Sifatnya temporer, misalnya pelatihan penggunaan komputer, berbeda maknanya dengan pendidikan komputer. Selama proses pelatihan, instruktur bertanggungjawab, setelah selesai proses, apakah yang dilatih paham atau tidak, itu urusan pembelajar sendiri. Beda dengan pendidikan, pendidikan itu sifatnya seumur hidup, tidak lelah memberikan perhatian dan arahan, untuk membawa seseorang mencapai potensi optimumnya. Bagi Universitas Ma Chung, pendidikan inilah yang harus dijalankan, sebab Universitas tidak membentuk orang-orang yang ber IPK tinggi (Indeks Prestasi Kumulatif, dari sisi nilai akademik) secara hardskill saja, tetapi justru yang paling utama adalah menjadikan lulusan-lulusan yang ber IPK unggul. Indek Prestasi Kehidupan yang unggul.
Bagian kecil dari pendidikan di UMC (N.B. hanya ilustrasi tambahan dari saya)

Masalahnya….. bersediakah kita mengembangkan potensi diri kita, tidak hanya otak kita? Tetapi potensi DIRI kita? Totalitas yang sudah Tuhan berikan secara luar biasa?. Otak kita hanyalah sebesar kepalan tangan, tapi DIRI kita, begitu luar biasa. Jika kita sadar untuk mengembangkan keseluruhan kita, disitulah dimulainya proses penemuan jati diri kita. Identitas kita tidak bisa diukur oleh otak kita saja. Manusia justru dinilai lewat jati dirinya. Sehingga kita sungguh perlu mempercayai, bahwa pencarian kita untuk mencapai masa depan gemilang, terletak pada pendidikan menemukan jati diri kita, mengembangkan potensi diri yang sudah ada dan terpendam didalam kita masing-masing sebagai mahkluk sempurna ciptaan Tuhan.Selamat merenungkan hakikat pendidikan di sebuah perguruan tinggi. Akhirnya, hidup kita adalah pilihan yang akan membawa kita ke tempat kita masing-masing, menjadi yang ordinary atau yang extra ordinary!

Salam Prestasi DIRI,

Leenawaty Limantara

Rektor
-------------
That's great, right? How about a round of applause for her?! Yeah, standing ovation...

Me (white veil), beside the Rector, Mrs. Leenawaty Limantara.

We have to be the extraordinary one, of course. Saya pun mencoba melakukannya….Di semester ini, meskipun ada cukup banyak hal yang harus saya lakukan (menuntut ilmu dgn maksimal, mengurus Technopreneur Days, bertanggung jawab atas MaChung.pdf, me-maintain web kampus, menulis, belajar, berkarya, mengembangkan diri, dan masih banyak lagi), saya berjanji untuk selalu berusaha melaksanakannya dengan baik. Saya yakin, teman-teman pasti bisa, berusaha melakukan usaha maksimal untuk mendapatkan hasil yang juga maksimal. You must do one thing you think you cannot do. To die is to sit and receive what the world give to you. To live is about taking the challenges. Semua tidak hanya untuk mendapat Indeks Prestasi yang unggul dari sisi akademik, tapi juga Indeks Prestasi yang unggul di segala aspek kehidupan. Sehingga kita akan berhasil menemukan jati diri dan mengembangkan potensi yang sudah diberikan Tuhan pada kita, untuk meraih masa depan yang gemilang.

Friends, there’s a time in our life, when we feel so much confusion inside....Taking over our mind. But I'm sure that everything is possible. You know, smooth seas do not make skillful sailor. Successful people are successful because they form the habit of doing those things that failures don’t like to do.

TODAY IS THE DAY… Make your time useful and excel in something you have dreamed for. Salam luar biasa! =D